Menepis Syubhat (Kerancuan) Terhadap Salafiyah
MENEPIS SYUBHAT (KERANCUAN) TERHADAP SALAFIYAH
Oleh
Dr Muhammad bin Musa Alu-Nashr
Di tengah gelombang kebid’ahan dan kesyirikan yang menerpa umat sekarang ini. Di saat kebingungan dan ketimpangan semakin membelit kaum mudanya. Ahlul ahwa’ (para pengikut hawa-nafsu) tidak henti-hentinya melontarkan kerancuan dan keraguan. Bahkan tidak jarang melemparkan tuduhan serta fitnah yang tidak berdasar ke tengah-tengah umat terhadap kemulian dakwah Salafiyah yang penuh barakah ini dan para da’inya. Semua itu ibarat riak-riak kecil, bila tidak segera ditepis akan menjadi gelombang ganas yang membahayakan lagi mengkhawatirkan. Salah seorang murid senior Muhadits abad ini (Imam al-Albani rahimahullah), yaitu Syaikh Muhammad bin Musa Alu-Nashr telah mengumpulkan beberapa syubhat yang dilontarkan oleh musuh da’wah Salafiyah, kemudian beliau iringi dengan bantahannya.
Pada kesempatan ini kami sampaikan sebagian dari bantahannya tersebut dan kami pilih yang sekiranya mendesak untuk diketahui.
Syubhat Pertama : Salafiyah adalah sebuah penasaban yang bid’ah!
Jawaban
Sebagian musuh da’wah Salafiyah menganggap bahwa menisbatkan diri kepada Salaf merupakan pengelompokan bid’ah. Hal itu sebagaimana menamakan diri dengan: Ikhwanul Muslimin, Hizbut Thahrir, dan Jamaah Tabligh. Mereka tidak tahu, bahwa Salafiyah adalah sebuah penasaban terhadap generasi terbaik. Yaitu generasi sahabat dan tabi’in, yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebaikan. Juga merupakan penyandaran terhadap umat yang ma’sum (terjaga dari kesalahan), yang tidak akan bersepakat di dalam kesesatan, umat yang telah diridhai oleh Allah. Dia berfirman:
رَّضِىَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْاعَنْهُ
Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya.[al-Bayyinah/98:8]
Sungguh jauh berbeda, antara orang yang menisbatkan diri kepada individu yang tidak ma’sum , bersikap loyal, dan fanatik terhadap seluruh perkataan dan pendapatnya, dengan orang yang menisbatkan diri kepada umat yang selamat dari penyimpangan dan kesesatan di saat munculnya banyak perselisihan.
وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ
Umat ini akan terpecah menjadi 73 kelompok. Semuanya di dalam neraka kecuali satu. Siapa dia wahai Rasulullah? Jawab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mereka adalah orang-orang yang semisal dengan apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya.[1]
Itulah Salafiyah yang mengambil Islam secara murni, bersih dari segala bid’ah. Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan umat terbaik sesudah mereka.
Bagaimana kalian membolehkan “jamaah-jamaah” Islam menisbatkan diri terhadap individu-individu yang tidak ma’sum, lalu pada waktu yang sama kalian melarang orang-orang menasabkan kepada umat yang ma’sum dari segala kesesatan. Menasabkan diri kepada Salafush Shalih, dari kalangan sahabat, tabi’in, dan para imam (ulama) rabbani yang jauh dari hizbiyah- hizbiyah (fanatik terhadap kelompok-kelompok) pemecah belah umat?
Guru kami, al-Albani telah berkata, membantah hizbiyah : “Kami terang-terangan memerangi hizbiyah- hizbiyah tersebut, karena hal tersebut sebagaimana firman Allah:
كُلُّ حِزْبٍ بِمَالَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). [al-Mu’minun/23:53]
Padahal tidak ada hizbiyah sama sekali dalam Islam. Berdasarkan nash al-Qur’an, hizb hanya ada satu, (yakni hizbullah).
أَلآَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Ketahuilah sesungguhnya hizb Allahlah yang beruntung. [Mujadalah/58 :22]
Hizbullah adalah jamaah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hendaknya seseorang itu berada di atas manhaj para sahabat, hal ini membutuhkan ilmu terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah[2].
Beliau (Al-Albani) pernah juga ditanya: “Apakah Salafiyah itu da’wah hizbiyah, golongan, madzhab ataukah kelompok baru dalam Islam?”
Beliau menjawab: “Kalimat “Salaf” itu terkenal di dalam bahasa Arab dan syar’i. Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika akan wafat beliau berkata kepada Fatimah, putrinya:
فَاتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ وَ نِعْمَ السَّلَفِ أَنَا لَكِ
Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah. Aku adalah sebaik-baik salaf bagimu.
Banyak sekali para ulama’ yang mengunakan istilah “Salaf”. Satu contoh, ketika mereka menggunakannya untuk menghancurkan bid’ah:
وَكُلُّ خَيْرٍ فِيْ اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُل شَرٍّ فِيْ ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفَ
Setiap kebaikan adalah di dalam mengikuti salaf, dan setiap kejelekan adalah di dalam bid’ahnya khalaf.
Tetapi ada sebagian orang yang mengaku berilmu mengingkari penisbatan terhadap Salaf, dengan anggapan hal itu tidak ada sandarannya. Dia mengatakan: “Seorang muslim tidak boleh mengatakan: “Saya Salafi”. Sepertinya dia mengatakan: “Seorang muslim tidak boleh mengatakan saya adalah pengikut manhaj Salaf as-shalih dalam aqidah, ibadah, perilaku dan lainnya.”
Tidak diragukan lagi, pengingkaran ini membawa konsekwensi dia berlepas diri dari Islam yang shahih. Islamnya para Salaf as-Shalih, yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana telah diisyaratkan oleh hadits mutawatir dalam “Shahihain” dan lainnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
Sebaik baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.
Seorang muslim tidak boleh berlepas diri dari penisbatan kepada Salafush shalih. Orang yang mengingkari penisbatan yang mulia ini, bukankah dia juga menisbatkan diri kepada madzhab-madzhab yang ada, baik dalam aqidah, maupun fiqih? Bisa jadi dia seorang Asy’ariy[3] atau Maturidy[4] Bisa jadi pula seorang Hanafi[5] , Syafi’i[6], Maliki[7] atau Hambali[8], yang tergolong Ahlus Sunnah wal Jamaah. Padahal orang yang menisbatkan kepada madzhab Asy’ariy atau salah satu dari 4 madzhab (fiqih) yang ada, dia telah menisbatkan diri kepada individu yang tidak ma’sum, walaupun ada juga para ulama yang benar. Tetapi apakah dia mengingkari penisbatan kepada individu-individu yang tidak ma’sum ini?
Dan inilah perkataan ahlul ilmi tentang bolehnya menisbatkan diri kepada Salafush as-Shalih:
Ibnu Manzhur berkata: “Termasuk arti Salaf adalah : pendahulumu, yaitu bapak-bapakmu dan kerabatmu yang punya umur dan keutamaan lebih di atasmu. Oleh karena itu generasi pertama dari kalangan tabi’in dinamakan “Salafush Shalih.”[9]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada putrinya, Zainab, ketika akan meninggal:
إِلْحَقِيْ بِسَلَفِنَا الصَّالِحِ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُوْنَ
Susul-lah Salaf kita yang shalih, yaitu Utsman bin Mazh’un.[10]
Al-Ghazali berkata: “Yang saya maksud dengan Salaf adalah madzhab sahabat dan tabi’in[11]”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Tiada aib bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbatkan kepadanya, bahkan penisbatan tersebut wajib diterima menurut kesepakatan (ulama’), karena madzhab salaf adalah madzhab yang haq”[12]
Al-Baijuri berkata: “Yang dimaksud dengan istilah Salaf adalah orang yang terdahulu dari para nabi, tabi’in dan tabiut tabi’in.”[13]
Syubhat Kedua : Salafiyun lebih mementingkan perkara-perkara furu’ (cabang, remeh) ketimbang perkara Ashl (pokok).
Jawaban.
Ini merupakan kedustaan serta bualan mereka. Sesungguhnya da’wah Salafiyah –alhamdulillah- mengimani Islam seluruhnya, tanpa pilih-pilih, berdasarkan firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah.[Al- Baqarah/2:207]
Dan juga dengan firman Allah yang lain, yang mencela orang yang mengambil/mengamalkan agama hanya menurut selera hawa nafsu.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ
Apakah kalian mengimani sebagian dari kitab, dan mengkufuri sebagiannya? [Al-Baqarah/2 : 85]
Kewajiban terpenting dalam da’wah Salafiyah adalah tauhid, menghambakan makhluk kepada Rabbnya, mentarbiyah (membina) umat di atas manhaj Rasul, dan memberikan perhatian terhadap sunnah-sunnah yang sudah mulai ditinggalkan lalu menghidupkannya kembali. Semua itu merupakan bagian dari program dan manhaj da’wah Salafiyah. Tetapi sebagian orang-orang yang menyelisihi da’wah Salafiyah ini ada yang mengaggap sunnah-sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti : siwak, memanjangkan jenggot, meninggikan kain di atas mata kaki, sutrah dan lainnya, sebagai perkara “qusyur” (remeh/kulit).
كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِن يَقُولُونَ إِلاَّ كَذِبًا
Sangat buruk kalimat yang keluar dari mulut-mulut mereka, tidaklah yang mereka ucapkan melainkan kedustaan.[al-Kahfi/18: 5]
Orang-orang yang bingung itu tidak tahu, bahwa Islam itu semuanya lubab (inti), sehingga persepsi dan pikiran mereka yang busuk. menganggapnya sebagai “qusyur” (remeh/kulit).
Padahal semua yang dibawa oleh wahyu (Al-Kitab dan As-Sunnah) adalah haq dan lubab (inti), orang yang memperolok-olok sesuatu darinya maka dia kafir. Sedangkan orang yang menyebut sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah dengan “qusyur” (remeh/kulit) yang dapat dibuang, maka dia berada di pinggir jurang yang dalam.
Syubhat Ketiga : Da’wah Salafiyah tidak memberikan perhatian terhadap masalah-masalah politik, bahkan meninggalkannya sama sekali.
Jawaban.
Ini juga merupakan kedustaan yang nyata. Karena menurut Salafiyin, perkara politik termasuk dalam urusan dien. Tetapi politik yang mana? Apakah politik koran-koran, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita milik Yahudi dan Nashari? Ataukah politik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya?
Apakah politik demokrasi, yang mereka dengungkan dengan semboyan orang-orang kafir: “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat?”
Ataukah politik pemeluk Islam yang berprinsip: “Hukum Allah, untuk Allah, berpijak pada Kitabullah dan Sunnah Rasulnya, melalui musyawarah yang dibenarkan oleh Islam?”
Dan apakah politik yang kebenaran diukur dengan banyaknya jari yang terangkat (voting) di Dewan Perwakilan Rakyat, meskipun terkadang voting tersebut menambah kuatnya kemungkaran atau kesyirikan?
Ataukah politik sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Azza wa Jalla. Dia berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.[Yusuf/12:15]
Salafiyin tidak ingin meraih al-haq dengan cara yang batil. Karena menurut mereka, sebuah tujuan tidaklah menghalalkan segala cara. Mereka tidak akan berjuang di atas “punggung-punggung babi”, tidak akan minta pertolongan kepada kaum musyrikin, dan selamanya tidak akan berkumpul dengan orang-orang munafiq. Mereka menolak jumlah banyak yang bersifat seperti buih, yang tidak menyandang sifat syar’i sedikitpun.
Syubhat Keempat : Salafiyun bersikap mudahanah terhadap penguasa, tidak bicara al-haq secara terang-terangan di hadapan mereka.
Jawaban.
Di mana Salafiyun yang menempati jabatan-jabatan tinggi, berupa jabatan Menteri, Hakim atau Mufti di negara-negara Islam? Mencari jabatan sepert itu adalah monopoli ahli bid’ah selama puluhan tahun. Andaikata Salafiyun mau cari muka dan menjual ilmu, niscaya mereka akan meraih apa yang telah diraih selain mereka. Tetapi Salafiyun memandang itu semua sebagai kemunafikan. Bahkan mereka tidak memandang bolehnya memasuki Dewan Perwakilan Rakyat, agar tidak menjadi jembatan untuk Undang-Undang buatan manusia dan hukum-hukum Thaghut, dan tidak bergelimang dalam kebatilan.
Kalau ada oknum yang menasabkan diri kepada Salafiyah, lalu dia memuji-muji penguasa dengan dusta, mencari muka dengan cara berbasa-basi dan bersikap nifaq, maka hanyalah mewakili dirinya sendiri. Da’wah Salaf serta Salafiyun berlepas diri dari apa yang dia lakukan. Kewajiban Salafiyun terhadap orang seperti itu adalah memberikan nasehat dan mengingatkan, kemudian memboikot dan memberikan peringatan (jika dia enggan, pen).
Salafiyun adalah orang-orang yang membicarakan al-haq secara terang-terangan penuh, dengan hikmah dan nasehat yang baik. Tanpa mengobarkan pengkafiran, menyatakan orang lain durhaka, dan pemberontakan terhadap penguasa.
Da’wah Salaf mengajak untuk memberikan nasehat terhadap penguasa, serta zuhud terhadap apa-apa yang ada pada mereka, yang berupa harta, jabatan, dan kehormatan. Juga mengajak untuk tidak mengobarkan (emosi) terhadap mereka, tidak rakus terhadap singgasana mereka, tidak memberontak melawan mereka. Kecuali jika nampak kekufuran yang nyata pada mereka, dengan terpenuhinya syarat-syarat serta tidak adanya penghalang-penghalang kekafiran. Tetapi hal itu ditetapkan oleh ulama, bukan oleh orang-orang hina yang mengikuti setiap orang yang memanggil.
Syubhat Kelima : Salafiyin suka berlebih-lebihan….!
Jawaban.
Adapun kalau yang dimaksud berlebih-lebihan adalah bersungguh-sungguh di dalam al-haq, melaksanakan kawajiban-kewajiban, dan menghidupkan sunnah-sunnah yang sudah mulai ditinggalkan, maka ini adalah haq, bukan aib bagi seorang muslim. Sedangkan yang merupakan aib adalah kalau seseorang meremehkan perkara-perkara agama, membolehkan hal-hal yang diharamkan, serta mengerjakan hal-hal yang melanggar syari’at.
Maka apakah memelihara jenggot yang merupakan Sunnah merupakan sikap berlebihan? Apakah memendekkan kain di atas mata kaki sampai pertengahan betis yang merupakan Sunnah merupakan sikap berlebihan? Apakah mengharamkan jabat-tangan dengan wanita bukan mahram, mengharamkan lagu-lagu dan musik, termasuk berlebih-lebihan? Padahal ulama’ dahulu dan sekarang telah berfatwa dengan hal-hal di atas!
Itu semua hanyalah tuduhan yang dibuat-buat agar manusia menjauhi para da’i Al-Kitab dan As-Sunnah pengikut Salaful Ummah.
Salafiyah tidaklah menyia-nyiakan syari’at ini sedikitpun, tidak meremehkan Sunnah, apapun bentuknya. Sebagaimana hal itu dilakukan oleh harokiyin dan hizbiyin yang menuduh Salafiyin suka mencari-cari masalah ganjil yang mereka namai dengan “qusyur” (perkara kulit) untuk meremehkannya.
Keberuntunganlah bagi orang-orang yang asing, yang telah diberitakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan sabdanya:
أَنَّهُمُ الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَاأَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ سُنَّتِهِ
Mereka adalah orang-orang yang memperbaiki sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah dirusak oleh manusia.[14]
Syubhat Keenam : Salafiyin tidak menaruh perhatian terhadap masalah Jihad.
Jawaban.
Jihad merupakan puncak syari’at. Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menganjurkannya banyak sekali dan sudah terkenal. Tetapi jihad mempunyai kaedah-kaedah, syarat-syarat, dan adab-adab. Salafiyun tidak akan berangkat jihad di bawah bendera jahiliyah, karena jihad tidaklah disyari’atkan kecuali untuk menegakkan syari’at Allah. Dia berfirman:
حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ للهِ
Sehingga tidak terjadi fitnah, dan agama seluruhnya untuk Allah.[al-Anfal/8:39]
Untuk berjihad harus ada imam, harus ada bendera Islam. Dan harus ada pembinaan rabbaniyah seputar jihad. Harus ada bekal dan kesiapan. Menurut Salafiyin, jihad haruslah berdasarkan ilmu, keyakinan dan sasaran yang jelas. Jika bendera telah tegak dan tujuan (sasaran) juga jelas, maka Salafiyin tidak akan ketinggalan. Bumi Palestina, Chehcnya, Afghan, Balkan, Kasmir menjadi saksi bagi mereka di sisi Allah Azza wa Jalla. Mereka mendorong peperangan (jihad) dengan pemahaman seperti ini.
Syubhat Ketujuh : Da’wah Salafiyah memecah belah umat dan membikin fitnah.
Jawaban.
Kenapa da’wah Salaf dituduh demikian? Karena da’wah ini memisahkan keburukan dari kebajikan, padahal itu merupakan tujuan Allah dan Rasul-Nya.
لِيَمِيزَ اللهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ
Agar Allah memisahkan antara kejelekan dengan kebaikan.[al-Anfal/8:37]
Allah juga berfirman:
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ
Katakanlah: “Kebenaran itu dari Rabb kalian, barangsiapa yang ingin, berimanlah dan siapa yang ingin, kufurlah. [al-Kahfi/18:29]
Ketika seorang da’i Salafi memerangi bid’ah dan ahli bid’ah, langsung dituduh dengan tuduhan-tuduhan yang keji tersebut. Karena memang di antara prinsip ahlul bid’ah adalah mengumpulkan orang dengan membabi buta dengan dalih menjaga persatuan kaum muslimin. Mereka tidak peduli bentuk dan jenisnya, tetapi yang penting kwantitas, bagaimana itu bisa terwujud. Karena itu kamu lihat mereka berbasa-basi di hadapan ahlul bid’ah dan ahli kesesatan. Tetapi mereka tidak mau berdamai dengan Salafiyin. Bahkan mereka memusuhi, mencela, membenci, dan membesar-besarkan kesalahan Salafiyin.
Kami akan senantiasa ingat ucapan salah satu pembesar Ikhwanul Muslimin di kota Zarqo’ yang membela Khumaini dan revolusinya serta membantah Salafiyin yang memperingatkan dari firqah Syiah, condong kepadanya. Dia berkata: “Muslim Syiah yang menegakkan syari’at Allah, lebih utama daripada Sunni Salafi yang tidak menegakkan syari’at, mereka itu perusak.”
Lalu dia memberikan tuduhan-tuduhan bahwa Salafi membuat fitnah dan memecah belah umat. Maka saya katakan: “Perhatikanlah mereka telah terjatuh ke dalam fitnah, tidaklah mereka mengetahui bahwa Syiah adalah Yahudinya umat ini. Syi’ah adalah firqah yang paling buruk. Karena berbagai perkara yang ada pada mereka, seperti: bid’ah, kesesatan, merubah kitab Allah, mencela sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan menuduh Aisyah Ummul mukminin berzina, padahal Allah telah mensucikannya dari atas langit ke tujuh, Maha tinggi Allah dengan ketinggiannya yang Agung dari apa yang diucapkan orang-orang dhalim.
Demikian beberapa syubhat diantara banyak syubhat yang dilontarkan oleh sebagian orang kepada da’wah salafiyah dan bantahannya. Mudahan-mudahan Allah memudahkan bagi kita untuk mengenal yang hak sebagai sebuah kebenaran dan semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk melaksanakan nya.
(Dirangkum oleh Adam al-Atsariy dari kitab “Min Ma’alim Manhaj Nabawi” oleh Syaikh Dr Abu Anas Muhammad bin Musa An-Nashr)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI/1423H/2002M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Abu Dawud no. 4596, Tirmidzi no. 2640, Ibnu Majah no. 3991, Ahmad 2/332
[2] Lihat Manhaj Salafi Inda al-Albanny hal 13-19 dan Limadza Ikhtartu Manhaj Salaf hal 34
[3] Orang yang mengaku mengikuti aqidah Abul Hasan Al-Asy’ariy-red
[4] Orang yang mengaku mengikuti aqidah Al-Maturidiy-red
[5] Orang yang mengaku mengikuti fiqih Abu Hanifah-red
[6] Orang yang mengaku mengikuti fiqih imam Muhammad bin Idris Asy-Sya’ifi-red
[7] Orang yang mengaku mengikuti fiqih imam Malik bin Anas-red
[8] Orang yang mengaku mengikuti imam Ahmad bin Hambal-red
[9] Lihat Lisanul Arab 9/159
[10] HR. Ahmad no. (1/335); Ibnu Sa’ad (1/398-399) didhaifkan oleh al-Albani dalam Silsilah Dha’ifah no. 1715
[11] Lihat Iljamul ‘Awam, hal: 62
[12] Lihat Majmu Fatawa 4/149
[13] Lihat “Jauhat at-Tauhid” hal. 111
[14] HR. tirmidzi (5/10), Ahmad (4/73), Thabrani di Mu’jamul Kabir 17/16
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/25575-menepis-syubhat-kerancuan-terhadap-salafiyah-3.html